Tak terasa 7 tahun telah saya lewati kehidupan di pulau yang mungil ini. Walaupun saya belum 100% terbiasa pada cara kehidupan di sini, tapi perlahan-lahan telah mulai menjadi kebiasaan dan menjadikan cara hidup yang baru, pergaulan dengan teman-teman dan masyarakat juga mulai dapat dirasakan kehangatannya. Sungguh tak mudah hidup dalam lingkungan baru, terlebih pindah ke suatu negara yang tidak kita pahami kebiasaan cara hidup dan adat istiadatnya.

Perubahan yang sangat besar ini, menjadikan saya untuk semakin menjadi dewasa. Saya teringat pesan guru pada saat lulus sekolah: "Begitu kaki kita melangkah keluar dari pintu gerbang sekolah ini, maka kita bukan lagi seorang anak yang hanya ingin bermain dan bersenang-senang, tetapi merupakan awal untuk menjadi bos bagi diri sendiri, kita harus siap untuk menjalankan suatu kehidupan yang layaknya suatu perusahan, bagaimana agar perusahaan ini dapat berjalan dan berkembang dengan baik, bagaimana membina hubungan yang baik antar karyawan, bagaimana agar tidak mengalami kerugian, serta bagaimana berperilaku untuk menjadi pemimpin yang baik, dll.”
Pada saat guru berpesan seperti itu, saya masih belum bisa menangkap maksud sebenarnya, dengan kebingungan saya tetap mendengarkan celotehnya, walaupun setelah selesai sekolah saya menjadi bos kecil, tapi tetap belum memahami arti sesungguhnya. Kini saya baru sadar dan mengerti apa yang guru maksudkan. Dalam menjalankan penyesuaian kehidupan di sini, awalnya saya sering rindu pada keluarga di rumah, rindu akan kehangatan hubungan keluarga, saya bahkan sering berkeluh kesah pada kakak bahwa saya ingin pulang. Kakak berulang kali berpesan pada saya, bahwa saya harus tegar dan tidak boleh manja. Dahulu saya telah menjadi orang yang tegar dan tegas, tetapi mengapa sekarang menjadi lemah, kehilangan kemandirian dan kedewasaaan.

Perkataan ini juga menyadari pikiran saya, ternyata selama ini kemandirian dan kedewasaan saya belum cukup kokoh, hanya perpindahan tempat kehidupan dan pembentukan sebuah rumah tangga saja saya tidak sanggup menanganinya, oleh sebab itu saya terus belajar dalam banyak hal, mungkin hal ini bagi sebagian orang bukanlah hal yang menyulitkan, tapi yang saya rasakan tidaklah sedemikian mudah. Setelah melewati 7 tahun kehidupan di pulau mungil ini, walaupun saya mulai terbiasa, tetapi saya tetap merindukan keluarga dan canda guraunya, terlebih masa remaja bersama teman-teman.

Persoalaan yang dihadapi jugalah tak sama, saya merasa masa remaja adalah benar-benar masa yang menyenangkan, walaupun setiap tahun saya pulang ke Negara asal dan berkumpul bersama keluarga, tapi saya tetap merindukan canda gurau bersama adik kakak, hubungan kami sesama saudara sangatlah akrab, terkadang saya bersama kakak masih suka saling menggelitik dan bercanda di atas ranjang, sampai keponakan meledek bahwa kami seperti anak kecil saja, dalam bercakap-cakap bersama adik, juga sering diselingi gurauan dan tawa ceria. Bukan hanya keponakan, bahkan suami saya pun sering menggelengkan kepala, melihat senda gurau kami, saat seperti ini saya sering terpikir mengapa Kita harus menjadi orang dewasa?

Setiap Hari Sabtu dan Minggu, saya pasti teringat keluarga di rumah, dan selalu terpikir bahagianya bila dapat turut berbelanja dan makan bersama kakak, adik, keponakkan serta Ibu. Di sini saya juga memiliki keluarga sendiri, tapi bagi saya tetap tidaklah sama, kehangatan hubungan kami sekeluarga sangatlah erat, keeratan hubungan kami ini, juga adalah hasil didikkan ayah. Ayah selalu berpesan pada kami untuk selalu bersatu Dan saling mendukung, yang kuat membantu yang lemah, tidak boleh saling bertengkar atau menyimpan dendam.Oleh sebab itu nama kami terbentuk dari marga ayah, marga Ibu ditambah nama kami, anak-anaknya, yang berarti bahwa kami tetap bersatu, tak terpecah belahkan.